kunjungi juga kami di facebook di,Kreasi Santri - meme,guyonan,ilmu dll

Rabu, 31 Juli 2013

spammer aqw dengan le bot

Pets
%xt%zm%summonPet%90847%7985% - Necromancer Pet
%xt%zm%summonPet%90847%10127% - Horc Evader Pet
%xt%zm%summonPet%15714%10596% - Darkside Pet
%xt%zm%summonPet%4%14987% - pinkomancer pet
---------------------------------------------------------------------------------------
Badges
Cornelis Reborn Achievement Packet - %xt%zm%setAchievement%79%ia0%13%1%

Unicorn Commander Badge Packet - %xt%zm%setAchievement%9%ia0%12%1%

Moglin Punter Achievement - %xt%zm%setAchievement%272%ia0%2%1%

Kung Food Fighter Achievement - %xt%zm%setAchievement%272%ia0%1%1%

Reinforced - %xt%zm%setAchievement%9773%ia0%8%1%

Friday the 13th Achievement - %xt%zm%setAchievement%272%ia0%0%1%

EYE Was there Achievement - %xt%zm%setAchievement%9773%ia0%5%1%

EYE was there 2 Achievement - %xt%zm%setAchievement%9773%ia0%6%1%
-----------------------------------------------------------------------------------------------
Boosts
%xt%zm%getMapItem%4%365% - Gold Boost
%xt%zm%getMapItem%4%366% - EXP Boost
%xt%zm%getMapItem%4%516% - Class Point boost
%xt%zm%getMapItem%4%515% - Reputation boost
-----------------------------------------------------------------------------------------------
Golbrush Stuff
%xt%zm%getMapItem%4%362% - Golbrush (R) Lightbeam Elixir
%xt%zm%getMapItem%4%364% - Golbrush (R) Wand
%xt%zm%getMapItem%4%367% - Globrush Sparklebeam Elixir
%xt%zm%getMapItem%4%393% - Globrush (R) Guardian Guard
----------------------------------------------------------------------------------------------
Other
%xt%zm%getMapItem%599%104% Golden Tickets x20(must be in luck for it to work)
%xt%zm%getMapItem%4%368% - Elixir of Haste
%xt%zm%getMapItem%4%369% - Elixir of Regeneration
------------------------------------------------------------------------------------------------
Hero Of Sponsors Set
%xt%zm%getMapItem%240925%1335% - Hero of Sponsors Armour
%xt%zm%getMapItem%240925%1333% - Hero of Sponsors Helm
%xt%zm%getMapItem%240925%1334% - Hero of Sponsors Dagger

Selasa, 19 Maret 2013


cerita lucu terbaru

 Cerita lucu 1 - Suami bodoh

Ada percakapan 3 orang suami:

Suami pertama : “Saya heran, istri saya kok tingkah nya aneh-aneh, masa dia bilang ingin beli DVD player, padahal TV aja kita gak punya…”

Suami kedua : “Istri saya lebih aneh lagi, Pak, maksa-maksa minta beli tabung gas, padahal kompor di rumah kami masih kompor minyak…”

Suami ketiga : “Wah, istri saya paling aneh banget, Pak, dia bilang mau tugas keluar kota, dia bawa 10 kondom pak, bayangin, Pak, 10 buah, dia ga mikir apa ya? Mau dipasang dimana itu kondom? dia kan wanita…”

Cerita lucu 2 - Pakaian dalam malam pertama


Seorang pria miskin akan menikah dengan gadis pujaan hatinya, namun dia pingin sekali memiliki celana dalam baru, karena kekuarangan uang, Si Ibu dengan kasih sayang menjahit sebuah celana dalam dari tepung terigu.

Sebagai pengantin baru, malam pertama yang ditunggu-tunggu kahirnya tiba. Dengan rasa penuh percaya diri si Pria langsung buka celana, namun istrinya langsung pingsan, karena  melihat celana dalam si pria, karena di depanna tertulis "Netto 50 Kg", "Kwalitas terjamin 100%"

Cerita lucu 3 - Vina berbulan madu

Setelah berbulan madu keliling dunia. Vina ditanyai oleh Susi sahabat karibnya tentang keindahan bulan madunya.

    “Bagaimana kesanmu berbulan madu keliling dunia? Mengesankan, bukan?”

    “Apanya yang mengesankan! Justru menyedihkan!”

    “Lho, kok menyedihkan?!”

    “Suamiku hobby belanja. Jadi di setiap negara dia beli ini-itu, sampai hotel sudah capek langsung tidur. Aku malah tak sempat menikmati malam pertamaku!”

Cerita lucu 4 - Parno dan ibu Muda

Dalam sebuah angkot, ada seorang Ibu muda sedang menyusui anaknya, disampingnya duduk seorang anak muda sebut saja namanya Parno. Melihat si bayi tidak mau menyusui, Si Ibu berkata

" Jika kami gak ma, nanti saya kasih sama Om sebelah lho"

Mendengar itu Parno, hanya senyum senyum, Beberapa saat kemudian Si bayi melepas lagi "susunya" meliha itu, Si Ibu kembali berkata ;

" ihhh kamu nakal ya, sekali lagi kamu melepasnya, aku benar kasihhhh sama Om sebelah " dengan nada serius.

Mendengar itu, Parno melotot dan menelan ludah. hal itu terus berulang beberapa kali. Melihat itu si Parno gak sabaran dan berkata :

"Mbak, kapan nih ngasihnya sama saya, kayaknya dari tadi saya sudah nunggu tapi kok gak dikasihhh, rumah saya sudah jauh kelewatannn nihhh, kasih kepastian donkkk"

Cerita lucu 5 - Makan malam

Ada sepasang pengantin baru yang lagi mesra-mesranya. Suatu pagi sang suami hendak berangkat kekantornya.

Suami : Ma, aku pergi dulu!

Istri : Nggak sarapan dulu?

Suami : Nggak, aku belum lapar!

Lalu sang suami mencium bibir istrinya dengan mesra sambil berkata “ini makan pagiku!”, sang istri pun tersenyum. Karena ada sesuatu yang tertinggal, pada siang harinya sang suami balik kerumah dan bertemu istrinya lagi.

Istri : Ada apa mas koq balik kerumah?

Suami : Ada sesuatu yang tertinggal!

Istri : Nggak makan siang dulu?

Suami : Nggak, aku masih belum lapar!

Lalu dengan mesranya sang suami menghampiri istrinya dan menciumi “(.)(.)-nya” (breast) sambil berkata “ini makan siangku!” sang istri pun senang campur bahagia. Ketika sore hari menjelang malam sang suami pun pulang kerumah, dengan kagetnya ia melihat tingkah laku sang istri, lalu bertanya.

Suami : “Sedang apa kamu!?”, karena ia melihat istrinya sedang duduk diatas rice cooker yang hidup dan panas tanpa celana dalam. Dengan ungkapan yang senang sang istri menjawab.

Istri : Ngangetin makan malam, mas! ………..

Cerita lucu 6 -  Paling Hebat

Dua anak kecil bertengkar mengenai ayah siapa yang lebih hebat.

Anaknya Irsan: “Papaku lebih hebat daripada papamu”

Anaknya Jimmy: “Kalo gitu, mamaku lebih hebat daripada mamamu”

Anaknya Irsan mengingat-ingat: “rasanya kamu benar, papaku selalu bilang begitu.”

Cerita lucu 7 - malam pertama

usianya masih muda sekitar 18 tahunan tetapi telah jatuh cinta pada seorang nenek berumur sekitar 50 tahunan yang bernama Ijah. Karena Usman sudah bekerja, maka Usman ingin menikahi Ijah.

Setelah menikah, Usman ingin menikmati malam pertama bersama Ijah. Setelah berjuang dengan susah payah, akhirnya Usman berhasil menembus sela-sela pahanya si Ijah dan memasukan burungnya ke liang si Ijah. Dengan bangga Usman memuji Ijah :

"Wahhh hebat benar Ijah, masih perawan !!!"
Dengan kalemnya Ijah menjawab :

"Maaf Mas, tadi bukan perawan saya yang sampeyan tembus, tetapi celana dalam saya yang belum sempat saya buka"

cerita-cerita lucu


  • alkisah pada jaman dahulu, di arab ada seorang koboi. jjika sang koboi berteriak “alhamdullilah” kudanya segera berlari dengan cepat. bila sang koboi berteriak “insyaallah” kudanya segera berhenti. pada satu hari koboi tersebut mengejar penjahat. sang koboi pun berteriak alhamdullilah kudanya pun segera berlari dengan cepat. di perjalanan ada jurang, penjahat tersebut segera berbelok. namun, koboi tersebut segera berteriak insyaallah. kudanya pun berhenti pas di ujung jurang sesudah berhenti. koboi tersebut segera berkata “alhamdullilah” dengan lega. sang koboi pun kaget dikarenakan kudanya segera berlari….
  • satu hari terjadi percakapan pada sepasang kekasih yang masih berpacaran.
cewek : kok sedih banget yank ? ?
cowok : iya setelah baca buku. endingnya sedih bangat
cewek : benar-benar baca buku apa yank ?
cowok : buku tabungan
  • didalam kandungan seorang ibu, ada 3 janin bayi kembar yang terlibat percakapan.
bayi 1 : eh, kamu jikalau telah lahir, apa perihal pertama yang kamu kerjakan ?
bayi 2 : saya pingin lihat ibuku yang sudah mengandung kita sepanjang 9 bln.
bayi 2 : saya pingin lihat dokter yg senantiasa merawat kita. jikalau kamu ?
bayi 1 : saya pingin lihat binatang kurang ajar yang setiap malam senantiasa berkunjung ke kita dan meludahi kita bertiga ! !
  • nita : “apa kamu senang lihat wajah suamimu waktu kamu lagi ml ?”
  • susi : “iya, pernah… saat itu dia keliatan marah banget ! ! ”
  • nita : “lho.. memang kenapa kok dia dapat marah ? ?”
  • susi : “soalnya dia ngeliatnya dari jendela ! ! ! ! ! ! ! !”
  • satu hari, si master lagi nonton tv sama kudin,
master : “eh din, ada berita tomcat tuh !”
kudin : “iya tuh, eh ngomong-ngomong serem juga ya hewan seperti gitu..
master : “iya sih, namun jikalau tomcat “m”nya dihapus jadinyaa ?
kudin : hah ? ?jadi tocat dong ?
  • seorang nenek genit masuk ke bi ( bank indonesia ) dengan sekoper duit.. ia minta dipertemukan dengan gubernur bi
  • nenek : “saya akan buka rekening, dengan simpanan jumlah yang amat besar !”……
  • staff bi sangsi, tp selanjutnya membawa si nenek ke ruangan gubernur bi..
  • gbi : “brp banyak duit yang akan disimpan ?”
  • sembari meletakkan koper duit di meja,
  • nenek : “rp. 1 milyar ! ! tunai ! !”
  • penasaranlah pak gbi,
  • gbi : “maaf, saya agak terperanjat.. dari tempat mana ibu dapat duit tunai sejumlah ini ?”
  • nenek : “saya menang tebak-tebakan.. ”
  • gbi : “menebak macam apa, kok taruhannya besar sekali ?”
  • nenek : “mau contoh ? saya meyakini telur burungmu bentuknya kotak !”
  • gbi : “apa ? ? ini tebakan sangat konyol yang sempat saya dengar.. anda tidak barangkali menang dengan tebakan layaknya itu !”
  • nenek : “anda berani bertaruh ?”
  • gbi : “siapa takut ! ! saya bertaruh rp. 50juta, dikarenakan saya paham telur saya tidak kotak !”
  • nenek : “ok, ini menyangkut duit gede.. dapat saya ajak pengacara kesini besok jam 10 pagi ?”
  • gbi : “silahkan saja !”
  • malamnya gbi, ia berdiri telanjang di depan cermin dan menegaskan telurnya tidak kotak.. sampai selanjutnya dia meyakini telurnya betul-betul bulat, tidak kotak..
  • jadi ia meyakini besok akan menang dan memperoleh rp. 50juta..
  • pas jam 10. 00 pagi, nenek itu datang dengan pengacara ternama dan populer.. sesudah itu ia mengulang kesepakatan kemarin..
  • nenek : “rp. 50juta buat tebakan telur burungmu yang kotak ?”
  • mengangguk setuju.
  • gbi : “okay ! !”
  • nenek itu minta gubernur buka celana agar semua dapat lihat bentuk telurnya.. nenek menggapai telur gubernur dan merabanya…
  • gbi : “yah, tidak apalah.. duit rp. 50juta tidak kecil.. agar ibu meyakini telur saya tidak kotak.. ”
  • pada detik yang sama waktu nenek itu meraba telur gubernur, pengacaranya tampak lemas sembari membentur-benturkan kepalanya ke dinding..
  • gbi : “ada apa dengan pengacara itu ?”
  • nenek ini menjawab kalem.
  • nenek : “ndak apa2.. saya hanya bertaruh dengannya rp. 250 juta, bahwa jam 10.00 pagi ini saya dapat memegang telur gubernur bi.. !

SURI TAULADAN SETAN


Celaan IQ jongkok sudah biasa meremukkan nama baik Bono Goro-Goro.Baginya kecerdasan adalah mutiara yang masih tersimpan dalam lautan zaman ,sementara jiwanya sudah punah dari berusaha pintar.
Adalah kyai Samber Nyowo,sang kakek Bono yang konon dikabarkan memiliki indra ke-6.Bagi kyai alam gaib adalah kampung keduanya.Sehingga beliau wafat, dan Bonolah pewaris tunggal dari indra spesial ini.
Pukul 24:00 WIB mata Bono menghantam langkah Sholeh yang menapaki jalan masjid sendirian. Sementara disamping Sholeh dilihatnya setan yang dulu enggan bersujud kepada Nabi Adam. Si bangsat yang konon berjanji menyesatkan seantoro cucu Adam itu. Bergelagat ingin menyeret Sholeh kembali berselimut dan berbantal.
Sesekali bubuk la’nat tertabur pada mata Sholeh, Sementara bengasnya rasa kantuk hampir-hampir mengusirna dari pintu tahajjud. Tapi, tidak bagi Sholeh hari itu ia ingin menghadap tuhannya sepayah dan sekuat tuk apapun. Syetan yang merasa gagal belum putus asa, Ia mencoba mengacaukan takbirotul ihrom si Sholeh, agar salatnya tidak sah.
Tak habis pikir, setelah si Sholeh tetap khusu’, setan itu mengecil. Pelan tapi pasti ia masuk pada lubang telinga Sholeh, dari gelagatnya ia menuju pada syaraf otak Sholeh. Si bangsat itu menampakkan gambar jemuran ,gambar ibu Sholeh yang dikabarkan sakit, dan seabrek permasalahan Sholeh. Ia ingin Sholeh lalai pada tuhannya, sehingga Sholeh bisa menjadi temannya sebagai kayu bakar kelak.
Dengan ngakak kecil Bono mengacungkan jempol dari kejauhan buat Sholeh yang ternyata tetap khusuk. Settan keluar dari persembunyiannya sembari menunjukkan kengototannya berhasil, Walau seabrek godaan telah ia coba dan gagal.
Kegagalan selalu membuat si bangsat setan beride baru. Ia kembali mengecil dan secepat mungkin bergeges menuju lipatan pantat si Sholeh sembari meniupkan angin kecil “pletuk”, tanpa suara dan tak bau.
Gamang antara kentut dan bukan membuat pecahnya konsentrasi Sholeh. Ia hampir membatalkan. Akan tetapi, keraguan masih bersarang, sehingga ia tak merasa bahwa dia sedang menghadap rabbnya. Plin-plan menjadikannya shalat tapi tidak shalat.
Sembari ngakak, setan berjingkraan senang bareng teman-temannya. Penglihatan Bono mendapati masjid itu seperti tempat pesta kemenangan. Sementara Sholeh membatalkan shalatnya setelah duduk diantara dua sujud pada rakaat terakhir.
Kemenangan setan menjadi hikmah sendiri bagi Bono. Ia mulai belajar dari setan yang tak mudah putus asa menggoda dan menyesatkan manusia. Sehingga kemenangan sering setan dapatkan.
Dengan jiwa yang sedang tak gersang dari keoptimisan, Bono yakin, bila ia tak mudah putus asa dan mau belajar sungguh-sungguh. Pasti takdir mampu mendepak julukan “Bono Goro-Goro si IQ jonkok. 

 MENUNGGU HARI (Refleksi Diary Seorang Mahasiswi) MisSane



“Besok ada undangan g’ ya?” Tanya seorang mahasiswi penghuni asrama putri.

Hari-harinya dilewati dengan jadwal yang tak pasti. Tak tau lagi apa yang harus ia lakukan untuk esok hari ketika datang pagi atau nanti.


Tak terasa empat tahun sudah ia lalui masa kuliahnya di negeri para nabi ini. Masa kuliah yang dirasa tak berarti, tak harus masuk tiap hari, tak harus bangun tiap pagi.

Sembari mencoret-coret diary, ia mencoba mengenang masa-masa pertama kali ia datang ke negeri seribu menara ini.

Tahun pertama, ia sibuk di kepanitiaan, jadi budak organisasi pikirnya dalam hati. Dan disadarinya hampir ia hadiri semua kegiatan kemahasiswaan. Tahun pertama, tahun dimana ia masih menyimpan idealisme yang tinggi. “Aku Mahasiswa” dibacanya lagi tulisan besar yang mengawali buku diarynya di hari pertama ia memesuki university. Nasib pun sedang berpihak padanya, seakan ia tak ada kekurangan dalam hidupnya. Ia menikmati menjadi “Budak Organisasi” dan iapun lulus di ujian semester dua tingkat pertama.

Tahun ke dua, tidak dipungkiri lagi, semua organisasi melirik padanya, demi untuk sebuah rekrutmen! Iapun mencoba menjadi praktisi, ia memilih menjadi salah satu pengurus organisasi putri, wadah dimana ia mengekspresikan diri. Kepengurusannya pun berhasil, dan sekali lagi nasib pun sedang berpihak padanya. Ia menjadi mahasiswi berprestasi, aktif di organisasi, predikat jayyid juga ia raih. Seolah tak ada kekurangan lagi.

Tahun ketiga, ia merasa jenuh dengan apa yang ia lalui setiap hari, tak lagi ia aktif di organisasi. “Aku harus lebih baik lagi dalam studi.” Gumamnya saat itu. Tingkat tiga harus ia fokuskan pada kuliah, niatnya dalam hati sembari berjanji pada diri. Setiap hari ia selalu memperbaiki apa yang belum ia punyai. Dilihatnya rak buku, buku turast sudah memenuhi, cukup untuk dibawa bekal pulang nanti, gumamnya lagi. Iapun tak pernah malas untuk setor hafalan qur’an. Menjadi hafidzah adalah adalah cita-citanya dari sebelum ia datang ke negeri ini. Tapi pada akhir tahun ketiga itu ia mulai merasakan kejenuhan, tak lagi ia datang saat kegiatan kemahasiswaan, hanya beberapa acara yang ia hadiri, mwnyesusikan mood dalam hati. Ia merasa jemu dengan hari-hari yang ia lalui, mencoba untuk hadir setiap ada mata kuliah. Tapi disadarinya kegiatannya selama ini menguras cukup banyak energi. Setiap pergi kuliah, ia harus menunggu bus (sebuah tradisi yang baru ia sadari), ’seperempat hidup di Mesir, habis di mahattah’ belum lagi sesampainya dikuliah ia harus berebut kursi, hanya untuk bisa mendapatkan tempat duduk, maklum teman sekelasnya banyak sekali. Seusai kuliah ia pulang dengan tak lupa menanti bus lagi…

Esok hari ia memutuskan untuk tak kuliah lagi, ia lebih memilih mengurung diri dalam kamar, belajar dengan penuh konsentrasi.

Tahun keempat. Kiranya nasib selalu berpihak padanya, ia luluskan tingkat tiga, dan kini tinggal satu kali lagi masa ia menyelesaikan studinya. Tapi entah mengapa perasaan jemu selalu menggelayut pada pikiran dan hati. Ia melakukan rutinitas sebagaimana hari-hari yang ia lalui. Kali ini ia lebih konsentrasi dalam studi. Dalam satu hari tak ada acara lain yang dihadapinya kecuali belajar maximal, istirahat cukup dan makan teratur. Selalu dan selalu begitu tiap hari. dan tiap hari…

“Besok ada undangan g’ ya?” Tanyanya lagi mengagetkan lamunan. Kali ini hari-hari jemunya selalu dihibur dengan datangnya undangan untuk sekedar menghadiri acara pernikahan teman-temannya (maklum tingkat akhir) atau undangan kegiatan kemahasiswaan yang sekali lagi ia juga harus memilihnya sesuai dengan selera hati. Tingkat terakhir ini tak menjadi tahun terakhirnya di negeri ini. Keberuntungan kali ini sedang tak ada dalam genggamannya, ia menyisakan empat madah di tingkat terakhirnya. Hanya sedikit rasa kecewa yang didapatinya, ia sadar hanya nasib baik kali ini saja yang sedang tidak memihak padanya. Tak surut semangatnya untuk selalu belajar lagi dan lagi…

Tapi kali ini ia akan mengubah tradisi. Ia akan MENYAMBUT MATAHARI dan tak lagi MENUNGGU HARI.

Semifiktif semangat hati,

untuk sobatku yang aku sayangi, N–H

Selamat atas kelulusannya,

Semoga keterima S2 Azharnya.

Selamat menyambut matahari.

Bersedekah Pilih Fakah




Bersedekah Pilih Fakah
MisSane

“Ramadhan tibaaa…!” Teriak Feza histeris penuh girang.

“Ya, alhamdulilah.” Jawab Yaya datar seolah tanpa hirau, meneruskan memasak.


“Braakk…!!!” Feza menggertak meja keras-keras, cari perhatian. Kaget Yaya ikut berpartisipasi sembari menoleh ke arah Feza.

“Huwah…!!!” Teriak Yaya tak kalah girang. “Dapet dari mana, dari mana?!” Tanya Yaya penuh buru.

“Ya, alhamdulilah…” Jawab Feza tenang, datar, penuh balas.

“Heaheahea…” Keduanya tertawa.

Lalu penasaran Yaya tak sabar ingin mengetahui dari mana datangnya lima lembar uang sepuluh pound-an yang dibawa Feza. “Eh, serius dapet dari mana? Lagian tadi kan aku cuman suruh kamu beli garam doang di bakola sebelah, kok yang dibawa’ malah beras, minyak, gula, say. Dapet duit lagi!”

Tangan Feza masih mengipaskan lima lembar uang itu di depan Yaya dengan sombongnya. “Ya… Namanya juga rezeki. Makanya kamu sering-sering keluar. Deket-deket bulan Ramadhan gini kan biasa dapet musa’adah. Dapet kafalah di jalan-jalan.” Feza menjawab singkat.

“Diem di rumah juga dapet kok.” Celetuk Yaya tersenyum nakal sembari berjingkat ke arah kompor, melanjutkan memasak.

“Mana mungkin, Yu… Anak luar kayak kita gini kan yang musti aktif. Emang anak asrama, iya tho?!.” Keluh Feza pada Yaya dengan logat jawa.

“Jangan sok iri gitu dong, tadi waktu kamu keluar mbak-mbak Wihdah nelpon, besok ada musa’adah di Wisnu. Mas-mas PPMI loh yang bagiin, kamu ya yang ambil” Terang Yaya dengan sedikit merayu.

“Yee… Ujung-ujungnya gitu deh. Kamu ajah yang berangkat ambil, sekali-kali keluar kek. Kali ajah kamu dapet nasib yang sama kayak aku, ketemu muhsinin di jalan. Trus dapet kafalah deh.” Balas Feza.

Keesokan harinya, akhirnya Feza juga yang berangkat mengambil musa’adah di Wisma. Yaya masih ada bimbingan muqoror. Kebetulan satu orang bisa mewakili satu rumah.

Sementara di Wisma…

“Wah ramai sekali! Dasar si Yayul ngerjain daku ajah, hiks.” Gumam Feza grogi diantara rumunan ikhwan-ikhwan PPMI.

“Mahasiswi lewat pintu belakang, mbak.” Sapa panitia pembagian sembako mengagetkan Feza yang sedari tadi celingukan di pintu Wisma.

“Eh, iya.” Jawab Feza merah padam.

“Ugh…! Malunya daku…! Pantesan dari tadi gak ada cewek seliweran disini, hiks.” Grogi Feza bertambah.

Sekali lagi Feza kaget, melihat musa’adah yang banyak sekali. “Gimana bawa’nya?! Dasar Yayul gak punya perasaan” Lagi-lagi Feza menggerutu menyalahkan Yaya. Sepertinya perencanaan pembalasan lebih kejam daripada tidak membalas adalah cita-cita Feza yang akan diwujudkan setelah bertemu Yaya nanti. Otak nakalnya mengeluarkan lampu bolam. Matanya mondar-mandir, badannya celingak-celinguk di depan ruang klinik Wisma. Satu yang ada di pikiran Feza, cari mangsa!

Nasib buruk Romi dan Indra adalah sudah takdir bertemu Feza.

“Eh, Romi, Indra. Izayak?” Sapa Feza penuh basa-basi.

“Hamdalah, quwais. kamu kemana ajah Fez, gak pernah keliatan. I’tikaf terus ya di masjid?” Balas Romi tak kalah basahnya sampai kelewat basi.

“Ada kok. Kalian ajah nih yang gak pernah keliatan, kayaknya udah jadi MZ nih.” Jawab Feza sedikit meledek. “Eh, udah makan? Ke kantin, yuk. Aku haus nih, laper juga. Tadi abis dari Majlis A’la” Ajak Feza sembari melancarkan ide.

“Abis ambil minhah, Fez?” Tanya Romi.

“He’em” Jawab Feza pendek.

Setelah selesai makan, minum, ngemil-ngemil di kantin, akhirnya Feza sukses membuat Romi dan Indra mengantarnya pulang, tentu saja membawakan musa’adah. Nasib buruk Romi dan Indra bertubi-tubi karena gengsi laki-laki, akhirnya mereka juga yang membayar acara jajan di kantin, juga membayar ongkos taxi. Belum lagi mereka musti berat-berat mengangkat musa’adah. Dasar sopir taxi gak punya perasaan, gak memikirkan nasib buruk yang mereka alami hari ini. Taxi itu enggan mengantarkan masuk ke gang Bawabah Talta.

Sepanjang jalanan Bawabah Talta, berderet keluarga pengemis memagari pinggiran jalan. Seorang pengemis kecil, berlari mengejar Feza, Romi dan Indra.

“Haga lilah, haga lilah” Rengek bocah itu.

“Aib ya walad, aib” Jawab Romi dan Indra bergantian.

“Haga lilah, haga lilah” Rengek bocah itu lagi tak pantang menyerah.

“Bukroh, bukroh.” Akhirnya Feza ikut menjawab.

“Eh, Fez. Kamu kok nyanggupin sih?! Itu udah keitung janji loh… Berarti besok kamu harus bener-bener ngasih mereka.” Sahut Romi.

“Abisnya kalo gak digituin, ntar mereka ngintil terus ke kita, gak berhenti ngejar-ngejar. Mana tiap hari tau gak?! Mau gak mau kan kalo rumah kita di daerah sini, ya pasti nglewatin jalan ini terus.” Jawab Feza kesal.

“Iya juga sih, tuh kan akhirnya bocah itu berhenti juga ngejar kita. Masa’ tiap hari kita bayar pajak, emangnya ini jalan tol?! Taxi ajah gak mau masuk. Kapan ya mahasiswa Indonesia hijrah ke jantung kota?” Bela Indra ngelantur. Tapi akhirnya hati ketiga mahasiswa itu tersadar, masing-masing mereka mengeluarkan sedekah, tak terkecuali Feza. Sebelum sampai di rumah, Feza berniat membelikan haga sa’ah, Molto dan Chipsy untuk dihidangkan pada Romi dan Indra. Tapi saat merogo kantong sakunya, mata Feza terbelalak kaget.

“Astaghfirullah, Rom, Ndra. Duit sepuluh Pound-ku ilang!” Lirih Feza sedikit berteriak.

“Ada apa, Fez?” Tanya Romi dan Indra yang berada diluar bakola serempak, ikut kaget.

“Ah, Enggak” Sahut Feza lemas. Berjalan memasuki rumah, Feza tertunduk sedih. Bukan karena kehilangan sepuluh Pound. Tapi dia tersadar, sembari mengingat-ingat apa yang sudah didapatinya sedari kemarin. Dapet kafalah, minhah, musa’adah, tapi dimana rasa syukurnya? Dimana zakatnya? Feza menyesali kepelitan hatinya sembari berharap pada Tuhan, semoga uang itu jatuh di pangkuan pengemis saat Feza menukar uang sepuluh Pound-nya dengan fakah yang lebih kecil di jalan tadi. Pelajaran berharga yang didapat Feza menjelang bulan Ramadhan. Feza berdo’a dalam hati, “Jadikanlah Ramadhan ini lebih baik dari sebelumnya, ya Allah…”

“Ahlan Feza tayang… Capek ya… Makan dulu gih, tuh Yaya udah masakin sup tomyam kesukaan kamu. Eh, ada Romi dan Indra juga, masuk, masuk…” Sambut Yaya ramah.

-Fakah: Uang receh
-Pound: Mata uang Mesir
-Bakola: Warung kecil. Kadang bahasa sehari-hari di Mesir melafadzkannya “Ba’ala”
-Say: Teh
-Musa’adah: Bantuan, pada bulan Ramadhan lebih diistilahkan sebagai bantuan yang berupa sembako.
-Kafalah: Musa’adah yang lebih cenderung berupa nominal uang.
-Wihdah: Nama organisasi khusus mahasiswi Indonesia di Mesir
-PPMI: Persatuan Pelajar dan Mahasiswa Indonesia di Mesir
Wisnu: Wisma Nusantara; Tempat kegiatan Mahasiswa Indonesia di Mesir
-Muhsisnin: Orang-orang yang baik hati
-Izayak: Apakabar
-Quwais: Baik
-MZ: Master of Zakat; Ejekan lokal yang beredar pada bula Ramadhan
-Majlis A’la: Lembaga tinggi agama di Mesir, juga menyediakan beasiswa
-Minhah: Beasiswa
-Bawabah Talta: Salah satu daerah di kawasan 10th district, Nasr City, Egypt
-Haga lilah: ‘Bagi Rezeki’-nya pengemis Mesir
-Aib ya Walad: Gak sopan dik; Balasan santun yang kita ucapkan saat kita juga sedang membutuhkan
-Bukroh: Besok
-Haga Sa’ah: Soft drink
-Molto: Salah satu merk roti crossant
-Chipsy: Salah satu merk Potato Chips
-Ahlan: Selamat datang 

Di Negri Fir’aun


Sebuah bangungan menterang, Istana para pembesar kerajaan yang penuh dengan perabotan dan hiasan-hiasan, dilapisi permadani tebal. Di ujung permadani terletak sebuah kursi besar tempat Jahoti duduk dengan gagah, dikelilingi dayang-dayang. Di belakangnya salah seorang dayang duduk sambil menggerak-gerakkan kipas besar, sedangkan di depannya Auni berdiri penuh hormat.


Para pelayan lalu-lalang mengantarkan jamuan. Di sebelah depan berderet kursi saling berhadapan di sisi permadani. Para punggawa dan pembesar kerajaan duduk dengan sopan. Beberapa orang masih tampak berdiri menunggu titah raja. “Duduk!” perintah Jahoti. Perlahan-lahan Auni beringsut lalu duduk di kursi paling depan. Para pembesar dengan hati-hati melangkah mundur dan kemudian duduk di kursi yang sudah disediakan.

“Hari ini kita akan membicarakan tentang petani itu,” titah raja. “Siapa Aknom ini hingga berani menentangku, sedang Aku adalah raja negri ini, tangan kanan Fir’aun yang agung.”
Dia terdiam sesaat sambil memandang wajah para pembesar satu persatu dengan senyumannya yang garang. Kemudian dia kembali melanjutkan, “Aku tidak kuatir dengan kejadian ini. Namun aku takut akan sering terulang. Aku tidak pernah mendengar sepanjang hidupku manusia hina dina mengangkat wajahnya di depan tuan-tuannya. Tidak di Ahnasia, dan tidak pernah juga di wilayah lain. Apakah ini suatu tanda atau peringatan? Aku tidak tahu, tapi lebih hati-hati jika kita segera mengambil langkah-langkah.”

“Tuanku, dia hanya seekor kecoak. Seorang hamba dari ribuan hamba-hambamu. Tidak usah kamu pikirkan. Biarkan dia berteriak-teriak di dalam gua yang gelap gulita dan meraung-raung seperti manusia diserang demam. Besok dia juga akan putus asa, lalu terjatuh kelelahan atau tidur pulas. Orang-orang kemudian akan melupakannya,” sahut Auni angkat bicara.

Beberapa orang pembesar wilayah yang jauh telah tiba. Mereka datang dari negri seberang, karena titah raja untuk segera menghadiri pertemuan. Pertemuan penting yang tidak bisa ditunda-tunda. Jumlah yang terlambat ini sekitar 15 orang. Mereka menyampaikan alasan kepada Jahoti tentang keterlambatan mereka; karena rakyat di wilayahnya menghalang-halangi sehingga mereka harus berangkat dengan sembunyi-sembunyi. Mereka ketakutan Fir’aun akan murka, karena ini adalah titah raja. Lebih baik segera menghadiri pertemuan daripada mendengar pengaduan tentang hama-hama dan kelaparan. Penyakit, kelaparan, dan hama-hama bisa segera diatasi, tapi murka Fir’aun siapa yang bisa melawan. Jahoti tersenyum bangga.

“Selamat datang di istana Jahoti, tuan-tuan!” sambut Auni.
Dia menepuk tangannya dan tidak lama kemudian para pelayan datang mengantarkan gelas-gelas minuman.
“Saya tidak menyangka, bagaimana mungkin Tuanku tidak bisa menghalau kecoak-kecoak itu? Hanya satu orang petani, mencuri ketenangan harimu dan bersemayam dalam pikiranmu saat tidur dan bangun. Apa yang akan Tuanku lakukan, seandainya mereka sepuluh orang?” kata Tata mulai angkat bicara.

“Tuanku justru telah mengambil kebijakan yang bagus. Dia mengundang kita untuk membicarakan bersama. Musyawarah adalah kemestian, jika kita ingin mendapatkan strategi jitu. Karena, pendapat satu orang tidak lepas dari kelemahan,” sahut Yaya.

Jahoti tersenyum lalu berkata, “Orang-orang mengatakan, Jahoti adalah manusia adil dan bijaksana. Dia tidak menjadikan pangkat dan jabatan sebagai alat kezhaliman. Justru dengan pertemuan Dewan, dia mengeluarkan kebijakan untuk wilayah, hingga wilayah yang jauh di sana.”

“Oh kalau ini sudah maklum. Bahkan pembesar-pembesar negri jauh pun tidak akan berani menolak datang. Demi pertemuan penting mencapai kemaslahatan. Dengan harapan Tuanku dan para pembesar bisa mendapatkan keputusan menghadapi banyak tuntutan dan penentangan,” sahut Yaya.

Auti masuk dengan tergesa-gesa. Napasnya tersengal-sengal seperti orang yang baru terlepas dari kejaran anjing.
“Tuanku dan tuan-tuan sekalian. Maafkan keterlambatan saya. Di tengah perjalanan saya menjumpai peristiwa yang sangat mengejutkan. Anjing-anjing menyalak dengan ganas dan menakutkan seakan-akan kita adalah orang-orang bodoh yang melarikan diri dari tanggung jawab. Bukankah kita adalah manusia-manusia pilihan? Dilantik oleh Fir’aun sebagai pembesar untuk mewakili rakyat di wilayah kita masing-masing. Bukankah kita ini orang-orang yang pintar dan sangat berpengalaman? Kenapa justru membuat kita terkejut dan takut apa yang sekarang sedang ramai di kalangan rakyat banyak hingga keruh malam-malam kita dan seperti tidur di atas bara?”

“Aku ini, anakku, orang tua yang sudah melewati tahun-tahunnya. Aku persembahkan hidupku hingga akar pohon-pohon menancap kokoh. Dan aku sandarkan pucuk yang lembut hingga tidak terbang ditiup angin. Atau bagaimana dahan-dahan itu tidak bergoyang, atau ada tangan yang mengguncang. Aku takuti burung-burung dari buah yang sudah matang, dan aku tidak pernah kikir dengan pengorbanan. Berapa banyak penderitaan yang aku hadapi dan aku sudah lelah. Berapa banyak penghargaan yang aku dapatkan. Kami dari putra-putra generasi pertama, orang-orang yang telah membangun singgasana kerajaan. Kami wariskan kepada kalian kebesaran ini, dengan keringat dan susah payah. Kami persembahkan dengan pengorbanan yang pahit, istana-istana yang berjejer di lembah-lembah. Sumber kehidupan dari kemurahan silsilah tuhan, para Fir’aun. Kekuasaan istana membentang lebar dan panjang ke semua penjuru bumi. Istana yang mempunyai kekuatan lahir dan batin, menurunkan atau meninggikan, dan memberi atau menghalangi. Istana yang penuh dengan kuasa, bahkan penentu takdir-takdir. Maka bagaimana mungkin aku tidak terkejut, atau cemas, atau dirundung kesedihan,” tukas Yaya dengan suara lirih menjelaskan panjang lebar.

“Aku sendiri, tidak ada yang mengubahku. Hatiku masih bergelora dengan keagungan. Dua tanganku masih kokoh. Dan jiwaku penuh kelembutan,” sahut Tata sambil tertawa.
“Memang siapa di antara kita yang gemetar sendi-sendi tulangnya, Tata? Apakah singgasana ini dibangun oleh pengecut?” tanya Jahoti garang.
“Tidak.. tidak. Kalian lebih perkasa dari batu karang. Semua harap tenang,” sergah Yaya
“Akan tetapi aku harus tetap membuka mata seperti ular. Mengukur setiap langkahku di atas tali terbentang. Tidak mungkin aku berdiam di bawah naungan pohon rindang dan santai telentang. Dan menyerah pada hembusan angin sungai. Punggungku harus tetap bersandar di dinding. Selalu siaga agar tidak menyesal kemudian hari. Atau kekuatan lain meruntuhkanku. Atau apakah demam tidak menular? Dan semua berlalu sampai wabah baru mengancam,” sahut Jahoti dengan tegas.

“Baiklah, sekarang mari kita kemukakan pikiran-pikiran. Dan kita pilih solusi yang baik,” kata Tata. Auni, Tangan Kanan Jahoti, permisi angkat bicara dengan penuh sopan.
“Ribuan pemuda sudah berhimpun untuk menentang kita. Mereka telah menyalakan API pembangkangan di setiap sendi tulang. Sehingga membakar dada orang-orang, lalu mengeluarkan kilat-kilat menakutkan seperti desiran angin setan.”

“Pikiranku kuno sudah membatu. Masaku telah berlalu hingga gagasan-gagasannya telah hancur. Namun aku hanya ingin menyampaikan sesuatu sebagai bahan pertimbangan. Pemuda sekarang tidak lagi seperti kemarin. Mereka telah menyadari banyak hal dan membuang jauh wasiat-wasiat lama. Mereka berbaring tenang, tetapi menyimpan penentangan dan permusuhan. Mereka mengatakan, generasi demi generasi telah menipu kita dengan omong kosong. Mengultuskan semua yang pernah dikatakan masa lalu adalah kejahilan yang membudaya dan kebodohan. Dan itulah sumber petaka. Mereka membuat sistem-sistem baru, mencari jalan keluar. Mereka menggali kebenaran dan jawaban. Apakah seperti ini yang mereka klaim. Dan hari ini, kalian pembesar yang juga masih muda, hadir di sini. Barangkali banyak pikiran baru. Pemikiran modern.. pada masa yang selalu mengubah kulitnya setiap hari. Dengan kalian kita bisa memberangus setiap pikiran yang menentang dan menghancurkan, dengan lembut jika lebih berguna, dengan pembiusan, atau kalau perlu dengan kekerasan,” ujar Yaya.

“Kami tidak mengesampingkan pikiran yang cerah ini, atau strategi bagaimana menghadapi. Bahkan kami pada akhirnya adalah para pembesar pilihan yang disegani. Orang-orang mengenal kita dengan dua wajahnya yang lembut dan beku. Kita mengenakan seribu topeng dalam satu hari. Bagi kita apa yang kita inginkan, bukan yang diinginkan oleh orang-orang mabuk yang banyak ribut itu. Kita telah menghadapi semua itu berkali-kali dan bahkan setiap hari. Hingga kita menjadi berpengalaman dan para ahli,” sahut Tata.

“Kalian memang orang-orang pilihan di antara masyarakat ini. Dengan kalian, semakin rindang pohon-pohon kekuasaan. Sawah-sawah menjadi subur dengan gelimangan air, hingga penuh perbendaharaan desa dengan sumbangan dan pemberian kalian. Sedang para penentang itu hanyalah kecoak yang iri dengki atau kelalawar malam yang mengganggu tidur,” puji Auni.
Tata menatap Auni dengan penuh kebanggaan dan senang. “Betapa kalian orang-orang yang penuh ide dan gagasan, buah dari pikiran malam.”

Jahoti memandangnya dengan jengkel. “Kenapa kamu belum juga mengajukan usulan sejak tadi? Apakah kamu sengaja atau kamu menganggap kecil persoalan, Hai Penyelamat.”

“Oh tidak karena apa-apa. Aku memang laki-laki penyelamat. Selalu datang pada saat-saat genting. Aku disegani di banyak wilayah dan dikenal sebagai pangeran tipu daya, mampu menghadapi masalah dengan penuh siasat. Aku berburu dengan senyuman, dan siulan berirama.”
“Tata, segera masuk ke topik persoalan. Kemukakan gagasanmu,” desak Yaya.

Setelah berpikir sejenak, Tata angkat bicara, “Gampang! Kita tenggelamkan mereka dengan isu-isu dan berita-berita. Ini sering menggoda orang-orang. Kita menyerah kepada telinga terbuka siang dan malam. Kalau perlu, undang mereka makan malam di istana. Kemudian kita tanamkan kepada mereka apa yang kita inginkan; segala godaan, berita hangat, seribu alasan. Perlihatkan kepada mereka keberhasilan-keberhasilan kita atau perbaikan-perbaikan. Cukup kita tipu mereka dengan sedikit menyusupi berita-berita. Angkat orang-orang pintar menjadi teman sehingga mereka dipercaya mengemukakan analisa dan penelitian. Kita bisa pergunakan pendukung-pendukung kita yang tersebar di pasar-pasar dan setiap tapak jalan. Tidak usah takut dengan suara mereka, tapi tampakan bahwa kita mengagungkan kritik. Dan kita bisa masukkan sedikit alasan dan beberapa penjelasan.”
“Begitu juga yang sebenarnya sedang aku pikirkan,” sahut Jahoti.

Suara teriakan lirih terdengar dari kejauhan, semakin lama semakin mendekat. Mereka terdiam dan memasang telinga masing-masing ke arah suara. Semakin dekat dan jelas. Aknom sendirian berteriak-teriak dari depan istana.
“Kokohkan hatimu di kedua tanganmu. Tegakkan keadilan di sekitarmu. Untuk hari ketujuh aku angkat suaraku. Lalu kenapa kebenaran tidak juga sampai ke telingamu. Kenapa? Tuanku, apakah kamu menutup telingamu?”

Darah Jahoti berdesir. Keningnya berkerut dan wajahnya berubah merah. “Nah kalian dengar. Dia kembali lagi. Tidak pernah tenang siang dan malam hingga membuatku hampir gila.”
“Apakah kamu merasa menjadi gila?! Kalau begitu tidak usah kamu dengarkan suara kecoak sawah hina ini,” kata Yaya dengan suara geram.

“Bagaimanapun, aku akan terus menuntutmu. Aku menanti keadilan, yang berpihak kepada orang lemah. Aku tidak akan pernah menutup mulut, sampai kamu kembali ke jalan kebenaran dan keadilan tuhan yang lama. Tuanku bukanlah pembesar dan manusia agung itu, jika tidak menolong orang lemah, jika tidak menjaga harta anak yatim. Jika kamu mencuri roti dari tanganku, maka kamu benar-benar manusia zhalim.”

Tata berdiri dan menghadap kepada Jahoti.
“Jangan bersedih, Tuanku. Aku akan melepaskanmu dari kekacauan ini. Tidak usah kuatir, aku selalu punya obat untuk semua penyakit.”

“Tunggu! Auni, bawa dia masuk ke dalam. Biar para pembesar tahu siapa kecoak ini dan mereka bisa bersiap-siap membuat antisipasi, jika kecoak-kecoak sama bermunculan di wilayah mereka.”
“Baik, Tuanku.”

Auni memerintahkan kepada dua orang punggawa untuk membawa Aknom masuk menghadap raja. Tidak lama kemudian mereka masuk sambil menyeret Aknom yang dipaksa berjalan mengisut di lantai dengan badan membungkuk menyapu permadani. Jahoti duduk dengan gagah didampingi pembantu pribadinya, Auni. Para pembesar menatap dengan sinis kepada Aknom dan tidak sedikit yang mencercanya dengan hinaan dan makian.

“Inilah dia kecoak yang sombong. Berpakaian lusuh yang menutupi tubuh kotornya,” seru Jahoti.

“Maaf, Tuanku. Akan tetapi kamu yang meminta maka aku penuhi. Aku hanyalah seorang petani dan tahu sendiri kadar diriku. Aku tidak sudi disebut kecoak apalagi sombong sedang aku hanya menuntut hak sebagai rakyat.”

“Tidak sudi?!” bentak Jahoti.
“Perkataan macam apa ini keluar dari mulutmu yang bengkok! Apakah kamu tahu sedang berhadapan dengan siapa?” bentak Auni tidak kalah garangnya sambil mencengkram tangannya dan geram ingin memukulnya.

“Aku tahu, atau aku tidak tahu sama. Yang penting aku berpegang pada kejujuran dan tidak mengikuti setan. Apakah ini harus berbeda pada dua kondisi?!”

“Turunkan suaramu, Kurang Ajar!? Atau aku cambuk hingga remuk mulutmu atau kamu meminta ampun. Tidak sudi?! Apakah sahaya yang hina pantas menentang Tuannya yang tidak pernah salah?” bentak Auni sambil mengajukan penghormatan kepada Jahoti yang agung. Jahoti tersenyum puas.

“Maaf, Tuanku. Aku hanya mengulangi perkataanku di telinga pembesar-pembesar yang mulia. Mohon dengarkanlah aku. Kesekian kalinya aku sampaikan, aku tidak pernah mengambil yang bukan milikku. Benar aku orang miskin. Hanya memiliki sebidang sawah yang menghidupiku dari hatinya yang besar. Aku menginjak-injaknya lalu ia mematangkan sayuran dan padi-padi. Aku warisi dari orangtuaku. Aku berangkat ke pasar kota. Di bibir bersiul nyanyian, bersama pikiran memendam harapan. Dan sebidang tanah itu dirampas paksa untuk membangun istana raja-raja. Lalu aku dituduh mencuri dan menghina punggawa hingga dijebloskan ke penjara.”

“Jangan menipu kami, kurang ajar. Kami sudah bosan mendengar cerita bohong yang diulang-ulang ini. Tidak ada jalan selain menerima keputusan. Sawahmu dulu sudah dijual sita. Kami tidak pernah memenjarakanmu. Kami hanya menangkap pencuri dengan dosa besarnya. Kamu sudah merdeka, tapi maaf sawahmu tidak mungkin kembali sebagai tebusan dosa.”

“Aku merdeka sedang sawahku terpenjara?!” seru Aknom berteriak pedih

“Benar, tidakkah kamu lihat sendiri maling mencuri. Tidakkah kamu mengakui. Benar kata orang-orang, tidak ada pencuri yang mau mengakui, meski perutnya penuh dengan harta orang lain atau harta negara. Sawahmu telah menjadi milik negara dan akan dibangun istana,” jelas Auni.

“Tuanku, rupanya tidak mencuri kecuali orang yang tahu bagaimana bersiasat. Tidak ada yang makan harta manusia kecuali manusia. Tidak ada yang mengharapkan kehormatan dunia dengan kepalsuan dan tipu daya, Tuanku, kecuali manusia. Tidak ada yang rakus pada orang-orang kecil kecuali manusia. Manusia berpunggung tak rata telah menjadi bajingan atau durjana. Disibukkan dunia dan berlindung di balik kalimat Tuhan sedang cakarnya mencengkram milik rakyat.”

Semua pembesar tercengang dan saling tatap satu sama lain. Auni berbisik kepada Jahoti, “Dia sudah mulai merangkai kata menjadi jalinan bara yang menghidupkan API. Sebaiknya kita bertindak segera agar dia takut dan jantungnya berdebar.”

“Hai Petani, apakah kamu mencerca para wakil tuhan. Apakah kamu sudah berani mematahkan tongkat kepatuhan lalu mengajarkan kepada kami bagaimana mengatur persoalan. Enyah dari depanku dan segera menyingkir dari sautan cambuk ini. Semua sudah diputuskan, dan sekarang kembalilah. Dan jangan lupa kamu hanya kecoak tak berguna.”

“Tuanku, maaf. Pakaianku memang tidak bisa menyuarakan kelembutan hatimu. Namun sawahku adalah bagian hidupku yang tersisa bersama bangunan rumah beratap rumbia. Kami makan di sana bersama, dan kami lapar saat anak-anak lapar di sana.”

“Enyah! Tidak usah kamu ajari kami. Atau sebaiknya kamu bawa sesajen dan mohon kepada dukun untuk mengatasi masalahmu. Lukis semua penampakan dan sebarkan kepada khalayak bersama kantong-kantong sumbangan.”

“Apakah kita telah melangkah kembali ke belakang dan hidup dalam era kegelapan? Apakah kamu lihat aku hari ini bersimpuh di depan pembesar dari para penghuni pyramid-pyramid yang agung.”
“Usir dia, aku sudah bosan mendengar ocehannya. Biarkan dia berteriak-teriak di luar sana sampai letih sendiri, atau tertidur di samping tembok istana.”

Auni segera memerintahkan kepada para punggawa untuk menyeretnya keluar. Aknom melawan dengan keras. Dia meronta untuk melepaskan diri. Para punggawa menjatuhkannya dan mendorong tubuhnya yang tergeletak di lantai permadani. Dia melawan. Auni menuruni tangga singgasana dan ikut serta menendang tubuhnya dengan keras memaksanya keluar. Aknom mengaduh kesakitan, tapi terus bertahan. Selama kebenaran masih tersiksa, ia tetap bersabar dengan kesabaran warisan leluhur.

“Kalian telah berjalan dengan kekuasaan yang semena-mena, bersama luka-luka cambuk yang tidak pernah bosan, dan kekerasan penguasa zhalim yang tak pernah henti. Cahaya wajahmu yang penuh dengan senyuman, Tuanku, menyingkap sendiri wajah-wajah pencuri dan bajingan di istana. Dan bisa membuka kedok para penjahat.”

“Tutup mulutmu!” bentak Auni. Jahoti berang dan semakin emosi. “Bawa dia ke tempat penyiksaan!” perintahnya dengan teriakan garang.

“Silahkan, bawa aku. Siksa aku. Aku sudah tidak perduli kegelapan penjara dan cambuk siksaan. Sawahku sudah hilang dan hidup dalam cengkraman manusia durjana. Ya, lebih baik kalian siksa aku. Gelap malam tidak akan pernah mencekikku, dan angin malam tidak akan pernah menerpaku. Apa yang ada dalam otaku, rela mendekam dan berdiri sendiri di depan kegelapan. Karena di atasku masih ada bintang-bintang, yang menyinari lembah-lembah. Dan akan berteriak setiap hari, manusia-manusia baru yang menuntut keadilan dan kebenaran. Semakin hari akan semakin bertambah, Tuanku dan para pembesar sekalian. Harapan yang jauh menjadi dekat. Silahkan siksa aku sepuas kalian. Percayalah, harapan yang jauh akan semakin dekat.”

Para punggawa yang lain berdatangan dan mereka membantu tekan-rekannya membawa Aknom ke penjara istana, tempatnya menanti siksaan. Suasana sepi mencekam beberapa saat mengiringi gelengan kepala para pembesar yang terkejut bukan kepalang melihat keberanian petani lusuh menentang penguasa. Sampai keheningan itu dipecahkan suara Auni yang kembali angkat bicara memberikan penjelasan kepada para pembesar yang masih duduk tenang bersama jamuan.

“Begitulah tuan-tuan sekalian. Tidak ada cara lain untuk mendiamkan orang-orang pembangkang seperti itu. Semakin mendapatkan keleluasaan, mereka semakin berani. Seandainya bukan karena Tuanku, Jahoti, yang ingin menunjukkan kepada kalian semua, tentu saja tidak sampai terjadi seperti ini di depan tuan-tuan semua.”

Satu persatu para pembesar memberikan pujian kepada Jahoti dan mereka sangat mendukung langkah kebijakannya.
“Langkah Tuanku sangat bijak. Setelah diperintahkan keluar, dia masih saja melawan. Tidak ada cara lain selain penjara dan siksa. Orang sepertinya memang tidak berguna,” kata salah seorang dari mereka.

Jahoti menatap wajah pembesar satu persatu dengan penuh bangga mendengar pujian mereka. Sampai pandangannya terjatuh ke kursi-kursi paling ujung. Raut mukanya berubah dan tidak mampu menyimpan kekagetan di balik kebangaan. Beberapa pembesar tampak asing di matanya. Pembesar iklim dari mana? Jangan-jangan mereka mata-mata, dari orang-orang kampung yang kelaparan lalu diminta rakyat wilayahnya untuk menyusup ke dalam istana. Orang-orang yang ditatapnya menundukkan wajah. Yaya memperhatikan tatapan raja, lalu segera berdiri di tempat dan meminta kesempatan bicara.

“Tuanku, mereka adalah teman-teman saya. Datang dari negri jauh untuk belajar bagaimana cara kita menyiasati rakyat. Mereka ingin tahu, bagaimana kita bermusyawarah untuk menghadapi para petani yang membangkang dan orang-orang yang kelaparan. Mereka masih muda dan penuh harapan untuk menjadi pemimpin masa depan. Awalnya datang tak terduga lewat lorong lintas waktu di dapur pribadi milik hamba, Tuanku.”

“Oh begitukah?! Selamat datang tuan-tuan di negri Ahnasia. Apakah di negri kalian juga ada kecoak-kecoak pembangkang seperti itu?”

“Ada juga, Tuanku. Karena itulah kami kemari untuk belajar banyak bagaimana cara mengatasinya. Di Blora, wilayah saya pernah ada yang sampai diasingkan dari negri, karena menentang kami, para penguasa, dengan keras. Namun pada masa-masa sekarang kami sudah tidak bisa melakukan cara seperti itu lagi. Usulan yang dikemukakan oleh pembesar Tata sangat masuk akal dan jitu. Kami juga pelan-pelan sudah menggunakan cara seperti itu. Dan hasilnya sudah lumayan kelihatan. Bahkan keinginan kami ke sini pun mendapat penentangan dari rakyat. Kami berangkat diam-diam dan berpura-pura menampakkan di depan mereka bahwa kami perduli dengan tuntutan mereka. Lalu kita beri alasan-alasan yang masuk akal, dan kita susupi berita-berita dengan komentar-komentar yang menyejukkan,” kata salah seorang dari mereka yang kemudian mendapat anggukan kepala dari teman-temannya yang lain.

“Bagus-bagus. Pertemuan ini cukup sampai di sini. Kepada para pembesar wilayah sekalian, saya berharap agar berhati-hati dan segera lancarkan siasat kita dengan sebaik-baiknya, agar wilayah kekuasaan kita jangan sampai terjadi keributan dan penentangan. Kepada tuan-tuan dari negri jauh, saya sampaikan selamat datang ke negri Fir’aun, Negri yang agung ini. Auni, tolong layani tamu-tamu kita ini. Dan jangan lupa ajak mereka mandi di Hamam Fir’aun semoga mereka mendapatkan berkahnya dalam memimpin di wilayah mereka masing-masing.”

Para pembesar dan tamu-tamu agung itu kemudian membubarkan diri setelah memberikan penghormatan kepada Jahoti. Kemudian mereka kembali ke tempat-tempat yang telah disiapkan.